Kamis, 28 Mei 2009

Benarkah Facebook Haram?


Oleh. Mohammad Takdir Ilahi*

Berkembangnya Facebook akhir-akhir ini, seolah-olah telah melahirkan dunia baru (new world) bagi perjalanan komunikasi manusia. Betapa tidak, dengan Facebook, manusia dengan mudah berkomunikasi dengan sejawatnya tanpa hambatan apa pun. Bisa dikatakan, bahwa saat ini ummat manusia telah sampai pada penjajahan global, sebuah petualangan jagat alam raya maya yang melampaui realitas.

Fenomena ini, oleh Erich Fromm (1977), disebut dengan hiperrealitas (hyperreality) atau sebuah realitas virtual (virtual reality). Dengan kata lain, bahwa perkembangan tekonologi komunikasi (apalagi Facebook) telah memungkinkan manusia hidup dalam dunia yang disebut ”desa global (global village). Sebuah dunia yang tak lebih besar dari layar kaca atau sebuah disket dengan perangkat lunaknya yang mampu mengkalkulasi, memproduksi, dan me-replay segala bentuk komunikasi media tersebut.

Kehadiran Facebook telah menjadi fenomena tersendiri bagi kecanggihan teknologi komunikasi yang berkembang pesat saat ini. Oleh sebab itu, muncul berbagai harapan, euforia, dan optimisme dalam menyambut datangnya sebuah era baru (new age) yang tidak terbungkus oleh sekat-sekat geografis, ideologis, dan batasan-batasan normatif-etis dalam menjelajahi dunia realitas. Realitas virtual inilah, yang akan memberikan jaminan yang lebih dari sekedar ”nihilisme” atau ”realitas kosong” (vacum reality) untuk memenuhi hasrat utilitarian manusia. Utilitarianisme adalah suatu sikap yang menunjukkan bahwa kebenaran dan kesalahan ditentukan oleh banyaknya kesenangan dan ketidaksenangan yang diakibatkannya. (Astar Hadi, 2005).
Menggugat Fatwa Haram Facebook

Ketika Facebook menjadi bagian dari realitas virtual, ketika itu pula Facebook dijadikan sebagai lompatan baru dalam menjejalahi jaga alam semesta tanpa batas dan sekat. Namun, dibalik kecanggihan Facebook, ternyata menimbulkan resistensi dari banyak kalangan sehingga muncullah fatwa haram terkait dengan penggunaan Facebook.

Beberapa hari ini, kita memang dikejutkan dengan berita yang cukup menggemparkan khalayak ramai terkait dengan fatwa haram facebook. Keputusan mengharamkan Facebook, tidak lepas dari kegelisahan sebagian kalangan yang sangat terganggu dengan munculnya media komunikasi tersebut.

Sebagai salah seorang pengguna Facebook, saya merasa terganggu dengan pemberitaan dan keputusan pengharaman Facebook. Betapa tidak, keputusan tersebut secara faktual tidaklah rasional, karena hanya mengacu pada dampak negatif yang ditimbulkan oleh media Facebook. Kalau kita bercermin diri, semua media yang berkembang saat ini bisa saja memunculkan hal-hal yang negatif.

Saya menyadari, bahwa fatwa haram ini tidak berlandaskan pada keputusan yang matang, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan pertentangan yang sangat sengit antara banyak kalangan. Seharusnya, kita harus melihat secara cermat legitimasi keputusan ini dengan mengacu pada pertimbangan kesepakatan untuk memutuskan kepada khalayak ramai. Hal ini disebabkan, keputusan yang berhaluan kontraproduktif tanpa persetujuan dari pihak yang berkompeten akan menimbulkan resistensi yang kuat di antara kalangan yang tidak setuju dengan pengharaman ini.

Keputusan mengharamkan Facebook, bagi saya, cukup mengejutkan. Kalau memang MUI berkomitmen untuk mengharamkan Facebook, kenapa dari dulu tidak mengharamkan jaringan penggunaan internet, Hp, blogs, maupun friendster. Ini karena, media tersebut juga berpotensi mengacaukan moralitas dan spiritualitas anak bangsa saat ini.

Menurut hemat saya, apa pun media komunikasi yang digunakan, kalau disalahgunakan oleh orang yang tidak bertanggung jawab pasti akan menimbulkan dampak negatif bagi dirinya dan orang lain. Jadi, tergantung pada keperibadian dan sikap masing-masing individu dalam memakai segala kecanggihan komunikasi di era kontemporer sekarang ini. Tidak ada salahnya, kalau kita bercermin diri, bahwa dibalik semua yang kita punya tidak jarang juga akan memunculkan nilai-nilai negatif.

Untuk memahamai persoalan pengharaman Facebook, kita terlebih dahulu harus menganalisis sisi positif yang ditimbulkan dari media tersebut. Pertama, bahwa Facebook dapat mempermudah akses kita untuk mendapatkan teman baru. Melalui teman baru itu kita bisa saling tukar informasi dan berita-berita penting yang dapat kita ambil sisi positifnya.

Kedua, Facebook, bagi saya, sangat bernilai positif karena sebagai penulis saya berkesempatan untuk mengenal lebih jauh para penulis terkanal. Terus terang, dengan kehadiran Facebook, saya bisa bertatap muka dengan penulis idola yang saya anggap mampu menjadi inspirator dalam mengembangkan dunia tulis menulis. Ketika itulah, saya sadar bahwa Facebook dapat memberikan inspirasi positif bagi pengembangan wawasan saya ketika saya lagi tidak punya ide untuk menulis. Sungguh, sangat beruntung saya bisa menggunakan dan memanfaatkan media komunikasi seperti Facebook.

Ketiga, kehadiran Facebook, bagi saya, memunculkan semangat dan kepercayaan diri yang baru, karena ketika Facebook belum tampak di tengah-tengah kita, saya sempat putus hubungan dengan teman lama saya yang sangat berpengaruh dalam perjalanan masa depan saya. Kebetulan, sejak SMA, saya belum pernah berkomunikasi dan bertemu langsung dengan teman lama saya tersebut. Dan, ketika Facebook muncul ke permukaan, maka saya berkesempatan untuk mengetahui keberadaan teman saya tersebut.

Kembali pada haram tidaknya Facebook, kita memang harus berkeyakinan bahwa Facebook lebih banyak sisi positifnya ketimbang sisi negatifnya. Seharusnya, tidak perlu ada keputusan untuk mengharamkan penggunaan Facebook, karena bertebarnya maksiat dan ambruknya moralitas generasi muda tidak semata-mata disebabkan oleh kehadiran Facebook.
Kalau kita bercermin diri, ternyata dalam setiap gerak-gerik kita pasti menimbulkan maksiat atau pun sarana untuk melakukan hal-hal yang dilarang agama. Kaki dan tangan kita, kalau tidak dikendalikan dengan landasan moral dan agama selalu akan memacu kita untuk melakukan tindakan amoral.

Suatu hal yang perlu kita ketahui, bahwa ketika ada orang yang memasukkan foto-foto porno, maka dengan sendiri pengelola Facebook akan meng-upload-nya, karena memang Facebook bukan media komunikasi pribadi, tetapi sebagai media umum yang bisa dimasuki oleh siapa saja. Jadi, orang akan mempertimbangkan untuk memasukkan foto-foto porno, karena ketika sudah di-share foto-foto tersebut, maka orang itu akan malu dengan sendirinya.

Oleh karena itu, MUI tidak perlu memberikan keputusan fatwa haram terhadap Facebook, karena hanya akan menimbulkan konflik dan pertentangan baru di anatara banyak kalangan. Kalau pun nantinya, MUI resmi mengumumkan keputusan akan keharaman penggunaan Facebook, maka kalangan yang tidak setuju akan menuntut pengharaman media-media lain yang sudah terlebih dahulu berkembang pesat di kalangan masyarakat.

*Mohammad Takdir Ilahi,
Peneliti Utama The Annuqayah Institute Yogyakarta, Sedang Studi Perbandingan Agama di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Alamat: Gg. Ori 02. No. 6-F Papringan Depok Sleman Yogyakarta.
Emael. tkdr_ilahi@yahoo.co.id.

Tidak ada komentar: